IBNU TAIMIYAH, KARAKTERISTIK, DAN PEMIKIRANNYA DALAM TASAWUF


IBN TAIMIYAH
KARAKTERISTIK DAN PEMIKIRANNYA DALAM TASAWUF

  1. A.    PENDAHULUAN

Dizaman sekarang, umat islam sedang menghadapi penyimpangan keyakinan yang tersimbol pada banyaknya gelombang kekufuran, munculnya asas-asas kafir, sistem-sistem fasik, dan penyelewengan-penyelewengan pemahaman yang berhubungan dengan nama, sifat, dan juga perbuatan Allah.
Oleh karena itu, betapa perlunya kita untuk kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, sebagai penawar bagi kebengkokan yang membawa umat pada kehinaan.betapa layaknya kita untuk kembali melakukan seperti apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat.
Umat islam sekarang yang sedang menghadapi musuh-musuh mereka baik dari orang-orang Yahudi maupun yang lainnya, sangat memerlukan beberapa orang yang mempunyai komitmen tinggi, memahami islam dari segala sisinya, dan bagus dalam mengikuti ulama salaf terdahulu. Diantara mereka adalah Ibn Taimiyah. Dia termasuk goloongan yang beriman kepada Allah dan membenarkan para Rasul.[1]

  1. B.     RIWAYAT HIDUP IBN TAIMIYAH

a.      Kelahiran Ibn Taimiyah
Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah atau biasa dikenal dengan sebutan Ibn Taimiyah lahir di Harran pada tanggal 22 Januari1263 M/10 Rabiul Awwal 661 H. Setelah beberapa tahun tinggal di Harran, pada tahun 677 H Ibn Taimiyah beserta ayahnya dan dua saudaranya pindah ke Damaskus, bertepatan dengan kedatangan Tartar di Syam.
Sejak kecil, Ibnu Taimiyah hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulamabesar. Karena itu, ia mempergunakan kesempatan itu untuk menuntut ilmusepuas-puasnya dan menjadikan mereka sebagai 'ilmu berjalan.
Pada umurnya yang ke-17, Ibnu Taimiyah sudah siap mengajar dan berfatwa,terutama dalam bidang ilmu tafsir, ilmu ushul, dan semua ilmu-ilmu lain,baik pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya. ''Ibnu Taimiyah mempunyaipengetahuan yang sempurna mengenai rijalul hadis (mata rantai sanad,periwayat), ilmu al-Jahru wa al-Ta'dil, thabaqat sanad, pengetahuantentang hadis sahih dan dlaif, dan lainnya,'' ujar Adz-Dzahabi.
Karena penguasaan ilmunya yang sangat luas itu, ia pun banyak mendapatpujian dari sejumlah ulama terkemuka. Antara lain, Al-Allamah As-SyaikhAl-Karamy Al-Hambali dalam kitabnya Al-Kawakib Al-Darary, Al-HafizhAl-Mizzy, Ibnu Daqiq Al-Ied, Abu Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu SayyidAn-Nas, Al-Hafizh Az-Zamlakany, Al-Hafidh Adz-Dzahabi, dan ulama lainnya.
b.      Keluarga Ibn Taimiyah
Ibn Taimiyah lahir dari keluarga religius, ayahnya bernama Syihabuddin Abul Mahasin Abdul Halim bin Taimiyah lahir di Harran pada tahun 627 H. Dalam kitabnya At-Tarikh, Adz-Dzahabi menulis bahwa ayah Ibn Taimiyah belajar madzham Imam Hambali dari ayahnya Tamiyah. Sambil belajar dia juga berfatwa dan berkarya. Dia adalah seorang imam yang mumpuni, berwawasan luas, beragama kuat,  tawadhu’, bagus perilaku dan dermawan. Disana juga disebutkan bahwa dia adalah imam yang besar, namun bak bintang yang tersembunyi oleh cahaya bulan dan terangnya sinar matahari.
Ibu Ibn Taimiyah adalah wanita yang hebat, dia bahkan juga ikut andil dalam jihad anaknya. Dari penjara, Ibn Taimiyah selalu mengirimkan surat kepada ibunya yang berisikan kasih sayang. Ibu Ibn Taimiyah pernah menemui raja An-Nashir yang atas perintahnya Ibn Taimiyah dipenjara selama beberapa tahun. Dia pernah memohon kepada raja An-Nashir agar anaknya dibebaskan, namun pemohonannya itu diindahkan sehingga anaknya kembali dipenjarakan.
Syaikhul Islam Majduddin Abul Barakat Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah Al-Harrani merupakan nama lengkap dari kakek Ibn Taimiyah. Lahir di Harran pada tahun 590 H. Dia adalah seorang ahli fiqih Madzhab Hambali, imam, ahli hadis, ahli tafsir, ahli ushul juga ahli nahwu. Dia juga termasuk salah satu al-hafizh (penghafal al-Qur’an) yang terkemuka.
c.       Kepribadian Ibn Taimiyah
Diantara sifat-sifat yang dimiliki oleh Ibn Taimiyah adalah zuhud, dermawan, pemaaf, tawadhu’, serius mengikuti as-sunnah, pemberani.
Dia adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”
d.      Pendidikan dan karya Ibn Taimiyah
Di Damaskus ia belajar pada banyak guru, dan memperoleh berbagai macam ilmu diantaranya ilmu hitung (matematika), khat (ilmu tulis menulis Arab), nahwu, ushul fiqih. Ia dikaruniai kemampuan mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda, ia telah hafal Al-Qur'an. Kemampuannya dalam menuntut ilmu mulai terlihat pada usia 17 tahun. Dan usia 19, ia telah memberi fatwa dalam masalah masalah keagamaan.
Ibnu Taymiyyah amat menguasai ilmu rijalul hadits (perawi hadits) yang berguna dalam menelusuri Hadits dari periwayat atau pembawanya dan Fununul hadits (macam-macam hadits) baik yang lemah, cacat atau shahih. Ia memahami semua hadits yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad. Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujjah (dalil), ia memiliki kehebatan yang luar biasa, sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan kelemahan para mufassir atau ahli tafsir. Tiap malam ia menulis tafsir, fiqh, ilmu 'ushul sambil mengomentari para filusuf.
Sehari semalam ia mampu menulis empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syari'ah. Ibnul Wardi menuturkan dalam Tarikh Ibnul Wardi bahwa karangannya mencapai lima ratus judul. Karya-karyanya yang terkenal adalah Majmu' Fatawa yang berisi masalah fatwa fatwa dalam agama Islam.
e.       Wafatnya Ibn Taimiyah
Ibnu Taimiyah wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya Ibnul Qayyim, ketika beliau sedang membaca Al-Qur'an surah Al-Qamar yang berbunyi "Innal Muttaqina fi jannatin wanaharin". Ia berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Ia wafat pada tanggal 20 Dzulhijjah 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya, Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin.
Jenazahnya disalatkan di masjid Jami`Bani Umayah sesudah salat Zhuhur dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara serta para penduduk.
  1. C.    POLA PEMIKIRAN TASAWUF IBN TAIMIYAH

Pada akhir abad ketujuh hijriyah, blantika pemikiran islam diramaikan dengan kemunculan Imam Ibn Taimiyah yang hadir dengan pendapat-pendapat penting dalam ranah tasawuf dan sufisme yang mengusung kritikan keras terhadap beberapa tokoh sufi diantaranya Ibn Arabia tau para pelaku sufi yang menyimpang.
Disamping dikenal sebagai pengeritik kaum sufi, ternyata Ibn Taimiyah juga diam-diam mengakui kebenaran isu penting yang diusung kaum sufi, misalnya, pendapat mereka mengenai ilham, pengkategorian ru’ya shadiqah (mimpi yang benar) sebagai salah satu jenis pendidikan ilahiah, ujaran mereka mengenai zuhud, sabar dan cinta ilahiah, dan permasalahan-permasalan lain yang menjadi focus kajian mereka dalam ilmu tasawuf.[2]
Berikut tiga asas pandangan keagamaan Ibn Taimiyah:
a.       Dalam masalah agama dan keagamaan tidak ada otoritas apapun yang sah yang dijadikan acuan normative selain al-Qur’an dan al-Sunnah.
b.      Dalam masalah agama dan keagamaan tidaj ada paradigm apapun yang dipandang valid selain contoh dan teladan dari praktek-praktek keagamaan generasi salaf serta mereka yang konsisten dengan metode keberagamaan salaf.
c.       Dalam memahami dan mengamalkan agama harus dipandang sebagai satu kesatuan sistem Ilahi yang harus didekati secara integral dan utuh, tidak boleh sepotong-potong.[3]
Adapun pokok-pokok pikiran tasawufnya Ibn Taimiyah meliputi:
a.       Pada konsep maqamat, masing-masing maqam (terminal)dipandang sebagai tahapan spiritual yang harus dilalui seorang penempuh jalan sufi secara bertahap untuh sampai kepada tuhan.sedangkan dalam konsep A’mal al-Qulub duoandang sebagai moral etik Islam yang wajib diamalkan setiap muslim untuk mencapai moralitas tertentu.
b.      Pada konsep maqamat, aplikasi ajarannya bersifat indivisual dan elitis (khusus bagi sufi), sedang pada konsep A’mal al-Qulub bersifat individual dan social serta populis.
c.       Pada konsep maqamat, formulasi ajarannya bersifat normatif, doktrinal, ahlistoris, sedang pada konsep A’mal al-Qulub formulkasi maupun aplikasi serta interprestasinya bersifat kontekstual dan historis.[4]

      D.    KARAKTERISTIK TASAWUF IBN TAIMIYAH
Ajaran ibn taimiyah adalah mengemabalikan pangkalan tempat bertolak fikiran dan pandangan hidup muslimin kepada tauhid yang bersih.[5] Ketika datang seruan untuk berjihad pada jalan Allah di medan perang, ibn taimiyah tidak hanya berdiam diri dan “tenggelam” dalam khalwatnya, dialah orang yang terlebih dahulu mengambil tombak dan pedangnya, juga mengajak orang-orang untuk turut membela dan mempertahankan agama. Ibn taimiyah turut mempertahankan negerinya dari serangan musuh.
Metode salafiah Ibn Taimiyah:
1.    Tidak percaya sepenuhnya pada akal
Akal tidak bisa memahami hakekat-hakekat agama sendiri. Baginya tidak ada pertentangna antara nash yang benar dengan aka yang benar, bahkan akal yang harusmengikuti nash. Selalu berpegang pada al-qur’an dan sa-sunnah. Ilmu agama dan hidayah tidak dapat didapatkan kecuali dengan wahyu, sebab yang enurunkannya adalah Tuhan Yang Maha mengetahui yang ghaib.
2.    Tidak mengikuti seseorang karena nama-nama ketenaran dan kedudukannya
Ibn taimiyah selalu mengembalikan perkataan kepada dasarnya dan mengikuti dalil al-qur’an, sunnah dan perkataan para ulama’ shalaf (sahabat)
3.    Dasar syari’at adalah al-qur’an, dan selalu berpegang padanya
4.    Tidak fanatik dalam pemikira dan menghindari sikap berlebihan dan kejumudan
Ibn taimiyah berpendapat bahwa setiap perkataan seseorang boleh diterima, boleh pula ditolak, kecuali ucapan Rasul.[6]Ibn taimiyah mengakui adanya Wali-Allah. Tetapi beliau tidak dapat menerima jika makhluk Allah yang lain menyandarkan pengharanan kepada orang yang dikatakan Wali-Allah itu. Dia berpegan kepada hadits:
اِذَااسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ
“Apabila engkau hendak memohon pertolongan, langsunglah minta tolong kepada Allah”
Sebab itu beliau mencela keras orang yang me-“rabitahkan”-kan gurunya atau mengambil wasilah gurunya untuk menyampaikan permhonan.
Sebagi seorang penganut Madzhab Hambali didalam garis kaum sunni, beliau berusaha menegakkan faham salaf. Yaitu kembali kepada kemurnian ajaran Nabi Muhammad SAW dengan tidak dipengaruhi oleh Ta’wil. Ayat-ayat yang disebut “mutasyabih” hendaklah diterima dengan “bila-kaifa”. Menurut ibn taimiyah kita tidak disuruh untuk memikirkan itu, sebab suatu penafsira dalam suatu zaman dapat berubah pada zaman yang lain. Dan pendapat yang terpengaruh pada suatu tempat, juga dapat berubah ditempat yang lain.
Dari uraian diatas, dapat dipahami beberapa karakteristik tasawuf Ibn Taimiyah adalah sebagai berikut:[7]
1.      Purinatis, yaitu merupakan pemurnian dan upaya pengembalian tasawuf ke pangkalnya yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah sekaligus menghilangkan unsur-unsur asing dan menggantikannya dengan muatan-muatan islam otodoks (madzhab salaf).
2.    Aktifis,karena didalamnya diberi muatan-muatan makna dinamis dan aktivis seperti tercermin pada konsep A’mal al-qulub maupun menanamkan sikap positif terhadap dunia.
3.    Populis, karena memandang tasawuf sebagai perpanjangan dari agama yang menjadi kewajiban dari setiap muslim.

    E.     KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ibn Taimiyah merupakan salah satu tokoh sufi yang sangat berpengaruh dan diperhitungkan.Meskipun tidak jarang kritikan-kritikannya mengundang banyak kontrofersi dan beda pendapat bagi sebagian ulama lainnya. Beliau merupakan seorang tokoh penganut madzhab Hambali didalam garis kaum sunni yang selalu berusaha menegakkan faham salafi.
Ibn Taimiyah merupakan seorang ulama yang tidak hanya mementingkan akhirat maupun dunia saja, melainkan seimbang antara keduanya. Disamping beliau taat beribadah, beliau juga tidak segan-segan untuk mengangkat senjata ketika ada musuh yang berusaha untuk merebut negaranya.
Ibn Taimiyah adalah sosok seseorang yang pantang  menyerah dan selalu ingin tahu. Ini terbukti pada gairahnya dalam menuntut ilmu, beliau tidak pernah puas dengan ilmu yang sudah didapatnya, melainkan selalu mencari dan mencari lagi.





DAFTAR PUSTAKA

Syukur, Amin, 2002, Menggugat Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Simuh, dkk., 2001, Tasawuf dan Krisis,  Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hamka, 1993, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta: Pustaka Panjimas
Hajjaj, Muhammad Fauqi, 2011, Tasawuf Islam & Akhlak, Jakarta: Amzah
Azhim, Said Abdul, 2005, Ibnu taimiyah, Pembaruan Salafi & Dakwah Reformasi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar





[1] Azhim, Said Abdul, Ibnu taimiyah, Pembaruan Salafi & Dakwah Reformasi, (Jakarta: PUSTAKA AL-KAUTSAR, 2005), hlm. 8-10
[2] Hajjaj, Muhammad Fauqi, Tasawuf Islam & Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm 175

[3]Simuh, dkk., Tasawuf dan Krisis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm 92

[4]Ibid., hlm. 104

[5]Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: Pustaka Panjimas), 1993, hlm.

[6] Azhim, Said Abdul, Ibnu taimiyah, Pembaruan Salafi & Dakwah Reformasi, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar), 2005, hlm: 37-41
[7] Simuh, dkk., Ibid., hlm. 105
1 Komentar untuk "IBNU TAIMIYAH, KARAKTERISTIK, DAN PEMIKIRANNYA DALAM TASAWUF"

Back To Top