Makalah; Dasar Hukum Melakukan Tahlil

Dasar Hukum Melakukan Tahlil


Tahlil atau dikenal dengan istilah tahlilan merupakan amalan yang identik dengan  kaum Nahdhiyin. Karena golongan Nahdliyin yang sering mengamalkannya. Di dalam tahlil terdapat rangkaian do’a dan bacaan dzikir-dzikir lainnya.

Tahlil biasanya digelar atau dilaksanakan saat kematian seseorang hingga hari ketujuh. Lalu secara berurutan pada hari keempat puluh, hari keseratus, dan hari keseribu kematiannya. Kemudian tahlilan dilaksanakan setiap setahun pada tanggal kematiannya  yang sering dikenal dengan istilah haul.

Hingga sekarang tradisi yang telah menjadi identitas masyarakat Nahdhiyin ini tidak lepas dari kontroversi. Ada yang menyetujui namun ada pula yang menulok dengan argumennya masing-masing. Perbedaan ini timbul karena adanya perbedaan dalam memahami hadits maupun ayat Al-Qur’an. 

Namun perbedaan pendapat dalam suatu hal itu wajar, apalagi dalam menentukan hukum tentang suatu amalan. Karena pemikiran dan pemahaman manusia itu berbeda-beda jadi wajar jika ada perbedaan dalam menanggapi suatu hal. Yang terpenting adalah sikap kita terhadap perbedaan tersebu. Yaitu kita harus saling menghargai karena mereka yang mempunyai pendapat yang berbeda pasti juga memiliki landasan yang kuat. 

Rumusan Masalah:
  1. Apakah yang dimaksud dengan tahlil?
  2. Bagaimana hukum melakukan amalan tahlil?
  3. Ada berapakah bentuk atau macam-macam tahlil?
  4. Permasalahan apa yang sering muncul dalam tahlil?


Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian tahlil, bagaimana hukum tahlil, apa saja bentuk dari tahlil dan permasalah yang sering muncul tentang tahlil.

Pengertian Tahlil


Tahlil berasal dari bahasa Arab ?????? yang artinya membaca kalimat tauhid (????? ??? ????). Tahlil kemudian berarti rangkaian  acara yang terdiri dari membaca beberapa ayat dan suratdari Al-Qur’an, membaca dzikir-dzikir seperti tahlil, tasbih, tahmid shalawar dna semacamnya kemudian diakhiri dengan do’a. 

Karena bacaan tahlil lebih dominan dari yang lainnya, maka kata tahlil menjadi nama rangkaian bacaan tersebut. maka dikenallah istilah tahlilan yang berarti kegiatan berkumpul untuk membaca tahlil.
Menurut Imam Nawawi ada tiga cara untuk menghilangkan kesusahan atau kecemasan yaitu: 
  • Mengingat Allah
  • Menemui para wali 
  • Mendengar nasihat orang-orang bijak


Dalam tahlilan kita membaca bacaan tahlil, tasbih, tahmid, takbir, shalawat dan bacaan lainnya. Itu termasuk dalam mengingat Allah karena itu termasuk bacaan dzikir. Ketika kita berdzikir Allah itu termasuk dalam salah satu dari tiga cara untuk menghilangkan kesusahan.

Dasar Hukum Melakukan  Tahlilan


Sebelum mengetahui bagaimana hukum dari tahlilan kita perlu mengetahui pengertian dari pahala dan khilaf dari beberapa ulama tentang penghadiahan pahala. 

a. Pahala

Pahala berasal dari kata Aststawaab yang artinya pengganti. Secara definisi memiliki dua pengertian yaitu pemberian sesuai dengan karakteristik manusia atau sesuatu yang menyebabkan seseorang berhak mendapat rahmat dan ampunan dari Allah dan syafa’at Rasulullah. Kedua artinya sebagai ukuran balasan yang hanya diketahui oleh Allah SWT yang diberikan kepada hamba-hambanya atas amal-amal mereka. 

Pahala bisa didapat dari ibadah yang kita kerjakan. Ibadah merupakan amalan yang bisa membuat kita mendapat pahala untuk bekal di akhirat kelak. “Perhatikanlah dosa-dosa kalian, lihatlah apa yang telah kalian perbuatdan kalian bawa ke kubur kalian.” 

Ibadah merupakan tujuan penciptaan manusia. Apabila tujuannya tercapai, seseorang akan mendapat kehidupan yang baik dan bersih. Kehidupan yang baik tidak akan diperoleh di dunia, sebab kehidupan dunia berbaur dengan berbagai bencana. Dunia merupakan rumah yang dipenuhi dengan malapetaka. Pahala yang dianugerahkan Allah SWT bagi seorang mukmin adalah kehidupan yang baik. 

b. Khilaf Ulama Tentang Penghadiahan Pahala

1) Madzhab Syafi’iyah, Imam Syafi’I menyatakan bahwa seseorang tidak bisa menerima pahala bacaan Al-Qur’an yang diniatkan orang lain untuk diberikan kepadanya. Pendapat ini dan sebagian ashhabnya itu hanya berlaku bila memang setelah membaca Al-Qur’an tidak disusul dengan do’a agar pahala bacaan tersebut sampai pada mayyit yang dituju. Para imam madzhab empat sepakat bahwa do’a seseorang yang  masih hidup bagi orang yang telah meninggal bisa bermanfaat baginya. 

2) Madzhab Hanbillah, para ulama madzhab ini menilai bahwa semua pahala ibadah yang kita hadiahkan kepada mayit akan sampai kepadanya tanpa mempertimbangkan apakah disusul do’a atau tidak. 

Tahlil hukumnya adalah boleh dalam syari’at Islam karena semua acara yang ada dalam rangkaian tahlil boleh dilakukan tidak ada satu pun yang terlarang. Dzikir, berjama’ah dan penjelasan di atas tentang perkara-perkara yang bermanfaat untuk mayyit. 

Seperti sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “ Perbanyaklah al Baqiyaat ash Shaalihat! Ditanyakan pada Rasulullah “ Apakah al Baqiyyaaat ash Shalalihaat itu wahai Rasulullah?” beliau menjawab: “ Takbir, tahlil, tauhid, tasbih dan kalimat hauqola” (H.R Ibnu Hibban al Hakim)

Beberapa Bentuk Tahlil


Ada beberapa bentuk tahlilan yang sering dilakukan atau diamalkan di masyarakat diantaranya:
  1. Tahlilan pada hari ketiga, ketujuh keseratus, keseribu dan seterusnya
  2. Berkumpul untuk mendo’akan mayit dan membacakan Al-Qur’an 
  3. Berkumpul hingga hari ketiga bertujuan untuk berta’ziyah
  4. Berkumpul setelah tiga hari adalh berta’ziyah bagi yang belum.


Permasalahan Seputar Tahlilan

1. Tahlilan saat nyewu, haul, matang puluh dan semisalnya. 

Dalam satu hadits riwayat Imam Baihaqi dijelaskan bahwa mayit dalam, bahwa si mayyit dalam kuburan sangat mengharap doa dari orang-oran yang mengasihaninya.  Mengkhususkan sebuah ibadah pada waktu tertentu tanpa adanya dalil yang menjelaskannya. Ini diperbolehkan karena hukum asalnya sunnah. Mentradisikan sebuah ibadah pada waktu tertentu tanpa ada dalil yang mensyari’atkannya, maka hukumnya boleh-boleh saja. Orang yang melakukannya tetap mendapat kesunnahan dari ibadah yang dikerjakan.

2. Jamuan dan Berkat Saat Kematian, Mitung Dino, Matang Puluh dan Seterusnya.

Dalam masyarakat kita, menghormati tamu itu merupakan sebuah tradisi. Baik kedatangan itu sekedar silaturrahim atau memenuhi undangan sebuah  acara maupun saat acara lelayu atau kematian. Selain memuliakan tamu, sedekah yang pahalanya dihadiahkan kepada mayit juga menjadi tujuan dari keluarga duka. 

Begitu juga setelah tahlilan pasca kematian selesai, tuan rumah menjamu jamaah dengan makanan dan minuman. Tidak hanya itu, mereka juga diberi berkat untuk dibawa pulang. Keluarga duka mendapatkan pahala kesunnahan dari sedekah yang dikerjakan, dirinjau dari sisi hukum sedekah sendiri adalah sunnah.

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:

  • Tahlil merupakan kegiatan berkumpul untuk membaca kalimat toyyibah seperti tasbih, tahmid, takbir dan sebagainya untuk mendo’akan seseorang yang telah meninggal.
  • Hukum tahlilan diperbolehkan berdasarkan hadits Rasulullah yang menyatakan untuk memperbanyak emmbaca kalimat-kalimat toyyibah.
  • Beberpa bentuk tahlilan yang sering dilakukan di masyarakat yaitu membaca tahlil pada saat hari ketiga, ketujuh, keempat pulu, keseratus dan keseribu dan seterusnya.
  • Permasalahan yang muncul seputar tahlilan yaitu tahlilan saat nyewu, nyatus, matang puluh dan sebagainya dan juga memberikan jamuan dan berkat sat mitung dino matang puluh dan seterusnya.


Saran

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan menambah wawasan kita tentang agama Islam. Karena agama Islam merupakan agama yang rohmatan lil ‘alamin. Sehingga kita harus bisa menghargai perbedaan-perbedaan yang ada selama itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits. 

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Abu. Argumen Ahlussunnah wa Jama’ah Tuntas Terhadap Tudingan Bid’ah dan Sesat. Tangerang: Pustaka Ta’awun. 2011. 
Dasteghib. Mengungkap Rahasia Surat Yasin. Depok: Qorina. 2003. Terjemahan.
Jawad, Ayatullah Amuli. Rahasia-Rahasia Ibadah. Bogor: Cahaya. 2001. Terjemahan. cet ke-3.
 Muntaha, Ahmad  et.al. Kajian Pesantren dan Adat Masyarakat Menjawab Vonis Bid’ah. Kediri: Pustaka Gerbang Lama. 2010.
 Nawawi, Muhammad bin Umar Al-Jawi. Nashaihul ‘Ibaad Menjadi Santun dan Bijak. Terjemahan, Bandung:Irsyad Baitus Salam. 2005.

1 Komentar untuk "Makalah; Dasar Hukum Melakukan Tahlil"

Back To Top