FIQH JINAYAH DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASANNYA

FIQH JINAYAH DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASANNYA


Islam menaruh perhatian yang sangat besar dalam memberikan pelindungan terhadap hak-hak detiap muslim yang menyangkut jiwa, harta dan kehormatan. Maka setiap tindak pidana seseorang, baik yang menyangkut hak Allah Swt. Maupun hak manusia, akan memberikan dampak hukum bagi pelakunya. Ulama fiqh kontemporer menggunakan istilah fiqh jinayah sebagai salah satu bidang ilmu fiqh yang membahas persoalan tindak pidana beserta hukumnya.

Hukum pidana atau fiqih jinayah merupakan bagian dari syari’at islam yang berlaku semenjak diutusnya Rosulullah. Oleh karenanya pada zaman Rosululah dan Khulafaur Rasyidin, hukum pidana islam berlaku sebagai hukum publik. Yaitu hukum yang diatur dan diterapkan oleh pemerintah selaku penguasa yang sah atau ulil amri.

Hukum pidana menurut syari’at islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan setiap muslim dimanapun ia berada. Syari’at islam merupakan hukum yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim, karena syari’at islam merupakan bagian ibadah kepada Allah SWT.

Namun dalam kenyataanya, masih banyak umat islam yang belum tahu dan paham tentang apa dan bagaimana hukum pidana islam itu, serta bagaimana ketentuan-ketentuan hukum tersebut seharusnya disikapi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka pada kesempatan ini pemakalah akan mencoba menjelaskan apa itu fiqih jinayah atau hukum pidana islam dan beberapa aspek didalamnya.

Rumusan Masalah 

  1. Apa pengertian Fiqh Jinayah dan Istilah-istilah di dalamanya?
  2. Apa tujuan dan manfaat konsepsi fiqh jinayah?
  3. Apa unsur-unsur jarimah dan objek kajiannya?
  4. Apa saja persoalan fiqh jinayah?


Tujuan Penulisan

  1. Untuk mengetahui apa pengertian Fiqh Jinayah dan Istilah-istilah di dalamanya?
  2. Untuk mengetahui apa tujuan dan manfaat konsepsi fiqh jinayah?
  3. Untuk mengetahui apa unsur-unsur jarimah dan objek kajiannya?
  4. Untuk mengetahui apa saja persoalan fiqh jinayah?


FIQH JINAYAH DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASANNYA

Pengertian Fiqh Jinayah dan Beberapa Istilah di Dalamnya 


Dalam buku-buku ilmu fiqh, persoalan pidana dibahas dalam bagian Jinayat, kata jinayat: ???????? meupakan bentuk jama` (prularis) dari kata jinayah: ???????, yang berarti perbuatan dosa, perbuatan salah atau kejahatan. Kata jinayah adalah merupakan kata asal dan kata kerjanya adalah Jana ??? : yang berarti berbuat dosa / berbuat jahat.

Secara etimologis, jinayah berarti “nama bagi sesuatu yang dilakukan oleh seseorang menyangkut suatu kejahatan atau apapun yang ia perbuat”. Adapun secara terminologis jinayah berarti “suatu nama bagi perbuatan yang diharamkan oleh syarak atau agama, baik yang berkenaan dengan jiwa, harta, maupun lainnya”. (Sabiq, 2006: 399) Namum demikian, mayoritas ahli fikih mengkhususkan atau mempersempit pengertian jinayah ini sebagai “perbuatan yang diharamkan oleh syarak terbatas pada tindakan kejahatan yang berkenaan dengan jiwa dan anggota tubuh manusia”. 

Dalam konteks ini pengertian jinayah sama dengan jarimah. Sebagaimana dikemukakan oleh Imam al-Mawardi dan dikutip oleh Drs. H. Ahmad Wardi Muslich sebagai berikut:

"Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara` yang diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta`zir."

Secara etimologi, jinayah berarti sebutan bagi tindah pidana kejahatan yang dilakukan sesorang dan hasil yang diakibatkannya. Oleh sebab itu, jinayah bersifat umum, meliputi semua tindak pidana. Berdasarkan pengetian inilah para ulama fiqh kontemporer menggunakan istilah fiqh jinayah sebagai salah satu bidang ilmu fiqh yang membahas persoalan tindak pidana beserta hukumannya. 
Orang yang melakukan kejahatan disebut ?????? : Jani, apabila si pelaku adalah laki-laki, sedangkan untuk perempuan disebut ??????? : Janiyah.

Tujuan dan Manfaat Konsepsi Fiqh Jinayah 


Bila dilihat tujuan hukum itu dari ketetapan hukum yang dibuat oleh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW baik yang termuat dalam Al-Qur’an atau Al-Hadis yaitu untuk kebahagiaan dunia dan akhirat, dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah serta menolak segala yang tidak berguna bagi kehidupan manusia (kemaslahatan manusia: kemaslahatan yang dimaksud oleh Abu Ishak Asy-Syathibiy dan disepakati oleh para ahli lainnya yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta). Oleh karenanya, tujuan hukum Islam dapat dilihat dari dua aspek, yaitu:

Aspek pembuat hukum Islam adalah Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, tujuan hukum Islam adalah untuk memenuhi keperluan manusia yang bersifat daruriyyat yaitu kebutuhan primer, hajiyyat yaitu kebutuhan skunder seperti berbagai fasilitas untuk bekerja maupun fasilitas umum, dan tahsiniyyat dapat diartikan sebagai pemenuhan hal-hal yang menjadikan manusia mampu berbuadan dan urusan-urusan hidup secara lebih baik. Selain itu, adalah untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia serta meningkatkan kemampuan manusia untuk memahami hukum Islam melalui metodelogi pembentukannya (ushul al-fiqh).
Aspek manusia sebagai pelaku dan pelaksana hukum Islam yaitu: tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan manusia yang bahagia. Caranya adalah dengan mengambil yang bermanfaat dan menolak yang tidak berguna bagi kehidupan. Singkatnya untuk mencapai keridhoaan Allah SWT. 

Berdasaarkan tujuan hukum Islam di atas, dapat dirumuskan bahwa tujuan hukum pidana Islam adalah memelihara jiwa, akal, harta masyarakat secara umum, dan keturunan. Oleh karena itu, kedudukan hukum pidana Islam amat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab, empat dari lima tujuan syariat yang disebutkan di atas, hanya dapat dicapai dengan mentaati ketentuan hukum pidana Islam, dan dua diantaranya bertautan dengan ketentuan hukum perdata Islam, yaitu harta dan keturunan, sementara akal dan jiwa semata-mata dipeliharai oleh ketentuan hukum pidana Islam. Al-ahkam al-jinayah dalam Islam ditaklifkan oleh syarak untuk melindungi kepentingan dan keselamatan umat manusia dari ancaman tindak kejahatan dan pelanggaran, sehingga tercipta situasi kehidupan yang aman dan tertib.

Unsur-Unsur Jarimah dan Objek Kajiannya


Menurut bahasa, jarimah berasal dari kata (???), merupakan sinonim dari kata (??? ? ???) artinya berusaha dan bekerja. Hanya saja pengertian usaha disini khusus untuk usaha yang tidak baik atau usaha yang dibenci.Oleh karena itu jarimah dapat dikatakan melakukan segala pebuatan yang betentangan dengan kebenaran, keadilan, dan jalan yang lurus (ajaran agama). 

Sedangkan menurut istilah jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara` yang diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta`zir.

Perbuatan yang dilarang (???????) yang dimaksud ialah baik berupa mengerjakan perbuatan yang dilarang, maupun meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Sedangkan kata (?????) yang dimaksud yaitu apabila perbuatan tersebut dilarang oleh hukum syara` dan ada hukuman bagi yang melanggar, maka perbuatan tersebut baru dikatakan jarimah. Tetapi apabila perbuatan tersebut tidak dilarang oleh syara`, maka perbuatan tersebut hukumnya mubah.

Pada dasarnya segala sesuatu hukumnya boleh, sampai ada dalil yang menunjukkan akan keharamannya.
Ulama fiqh mengemukakan beberapa unsur yang harus terdapat dalam suatu tindak pidana sehingga perbuatan itu dikategorikan dalam perbuatan jarimah. 

Unsur-unsur jarimah meliputi:

  1. Unsur formil (ar-rukn asy asy-syar’i), yakni ada nas yang melarang perbuatan tersebut dan ancaman hukuman bagi pelakunya. Dan unsure formil ini, ulama fiqh membuat kaidah: “tidak ada suatu tindak pidana dan tidak ada pula suatu hukum tanpa ada nas. Senada dengan kaidah ini juga dikatakan: “sebelum ada nas, tidah ada hukum bagi orang-orang berakan.”
  2. Unsur materil (ar-rukn al-madi), yakni tingkah laku yang membentuk perbuatan jarimah, baik berupa perbuatan nyatamelanggar larangan syara’ (seperti mencuri) maupun dalam bentuk sikap tidak berbuat sesuatu yang diperintahkan syart’ (seperti tidak melakukan sholat dan menunaikan zakat).
  3. Unsur moril (ar-rukn al-adabi), yakni pelaku jarimah, seseorang yang telah mukalaf atau orang yang telah bisa diminta pertanggung jawaban secara hukum. (Hanafi, 1967: 154)


Selain ketiga unsur di atas, setiap jarimah (tindak pidana) mempunyai unsur-unsur khusus atau tersendiri pula yang antara satu bentuk tindak pidana dan tindak pidana lain berbeda-beda.

Beberapa Persoalan Fiqh Jinayah 


Konsep jinayah sangat berkiatan erat dengan masalah “larangan” karena setiap perbuatan yang terangkum dalam konsep jinayah merupakan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’. Larangan ini timbul karena perbuatan-perbatan itu mengancam sendi-sendi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu dengan adanya larangan, maka keberadaan dan kelangsungan hidup bermasyarakat dapat dipertahankan dan dipelihara.

Sesuai dengan ketentuan fiqih, larangan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu tidaknya cukup dengan “niat baik”, tetapi harus disertai sanksi (hukuman) yang diancamkan kepada yang melakukan kejahatan. Oleh karena itu syari’at islam telah menetapkan perbuatan tertentu sebagai kejahatan dan mengancamnya dengan hukuman tertentu dengan maksud melindungi kepentingan kolektif dan sistem yang diatasnya berdiri bangunan besar masyarakat.

Ditinjau dari berat- ringannya macam hukuman yang diancamkan ada beberapa klasifikasi yang paling penting dan paling banyak dibahas para ahli hukum islam mengenai kejahatan, yaitu: (Djazuli, 2000 :13)

1. Jarimah hudud


Hudud, jamaknya “had”. Arti menurut bahasa ialah: menahan (menghukum). Menurut istilah hudud berarti: sanksi bagi orang yang melanggar hukum syara’ dengan cara didera/ dipukul (dijilid) atau dilempari dengan batu hingga mati (rajam). Sanksi tersebut dapat pula berupa dipotong tangan lalu sebelah atau kedua-duanya atau kaki dan tangan keduanya,  tergantung kepada  kesalahan  yang  dilakukan.  Hukum  had  ini  merupakan hukuman yang maksimal bagi suatu pelanggaran tertentu bagi setiap hukum.

Jarimah hudud ini dalam beberapa kasus di jelaskan dalam al-Qur’an surah An-Nur ayat 2,  surah an-Nur: 4, surah al-Maidah ayat 33, surat al-Maidah ayat 38. 
Jarimah hudud meliputi:

  • Perzinaan
  • Qadzaf (menuduh berbuat zina)
  • Meminum minuman keras
  • Pencurian
  • Perampokan
  • Pemberontakan
  • Murtad


2. Jarimah qishas/diyat


Hukum  qishas  adalah  pembalasan  yang  setimpal  (sama)  atas  pelanggaran  yang  bersifat pengerusakan  badan.    Atau  menghilangkan  jiwa,  seperti  dalam  firman  Allah  SWT.

Surah al-Maidah : 45, surah al-Baqarah : 178. Diat adalah denda yang wajib harus dikeluarkan baik berupa barang maupun uang oleh seseorang  yang  terkena  hukum  diad  sebab  membunuh  atau melukai  seseorang  karena ada  pengampunan,  keringanan  hukuman,  dan  hal  lain. Pembunuhan  yang  terjadi  bisa dikarenakan  pembunuhan  dengan  tidak  disengaja  atau pembunuhan  karena  kesalahan (khoto’). Hal ini dijelaskan dalam al-Quraan surah an-Nisa’ : 92. 
Jarimah qishash/ diyat meliputi:

  • Pembunuhan sengaja.
  • Pembunuhan semi sengaja.
  • Pembunuhan tersalah.
  • Pelukan sengaja.
  • Pelukan semi sengaja.


3. Jarimah ta’zir


Hukum ta’zir adalah hukuman atas pelanggaran yang tidak di tetapkan hukumannya dalam  al-Quran  dan Hadist  yang  bentuknya  sebagai  hukuman  ringan. Menurut hukum islam, pelaksanaan hukum ta’zir diserahkan sepenuhnya kepada hakim islam hukum ta’zir diperuntukkan bagi seseorang yang melakukan jinayah/ kejahatan yang tidak atau belum  memenuhi  syarat untuk  dihukum  had  atau  tidak  memenuhi syarat  membayar diyat sebagai hukum ringan untuk menebus dosanya akibat dari perbuatannya. 

Jarimah ta’zir dibagi menjadi tiga bagian:

  • Jarimah  hudud  atau  qishah/diyat  yang  syubhat  atau  tidak  memenuhi  syarat, namun sudah  merupakan  maksiat,  misalnya  percobaan  pencurian,  percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dan pencurian aliran listrik.
  • Jarimah-jarimah yang ditentukan al-quran dan al-hadits, namun tidak ditentukan sanksinya, misalnya penghinaan, saksi palsu, tidak melaksanakan amanat dan menghina agama.
  • Jarimah-jarimah  yang  ditentukan  oleh  ulul  amri  untuk  kemashlahatan  umum. Dalam hal  ini,  nilai  ajaran  islam  di  jadikan  pertimbangan  penentuan  kemashlahatan umum. persyartan  kemaslahatan  ini  secara  terinci  diuraikan  dalm  bidang  studi  Ushul Fiqh, misalnya, pelanggaran atas peraturan lalu-lintas. 


Sedangkan jarimah berdasarkan niat pelakunya dibagi menjadi menjadi dua, yaitu:

  • Jarimah yang disengaja (al-jarimah al-maqsudah).
  • Jarimah karena kesalahan (al-jarimah ghayr al-maqsudah/jarimah al-khatha’).


Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Fiqh Jinayah adalah ilmu tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang (jarimah) dan hukumnya, yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
  2. Tujuan dari hukum pidana Islam adalah untuk memelihara dan menciptakan kemaslahatan manusia dan menjaga mereka dari hal-hal yang mafsadat.
  3. Terdapat tiga unsur dalam jinayah, di antaranya: Unsur formil (ar-rukn asy asy-syar’i), Unsur materil (ar-rukn al-madi), dan Unsur moril (ar-rukn al-adabi).
  4. Persoalan jinayah di antaranya membahas tentang jarimah hudud, jarimah qisas, dan jarimah ta’zir.


Saran 

Demikianlah makalah tentang “Fiqh Jinayah dan Ruang Lingkup Pembahasannya” yang dapat kelompok kami sampaikan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak kesalahan. Untuk itu kami mohon maaf dan kritikannya yang membangun untuk perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat.  Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, dkk., Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, T.th
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, 1997
Djazuli, A., Fiqh Jinayah; Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, Edisi Revisi, Cet. III, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000
Hanafi, Ahamd, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1967
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah Jilid 3, diterjemahkan oleh Nur Hasanuddin, Cet. I, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006


0 Komentar untuk "FIQH JINAYAH DAN RUANG LINGKUP PEMBAHASANNYA"

Back To Top