PENGERTIAN BANDING DAN PROSES PENGAJUANNYA

PENGERTIAN BANDING DAN PROSES PENGAJUANNYA


Dalam suatu proses hukum, khususnya saat proses persidangan, tentu ada pihak yang kalah dan menang. Tidak semua putusan hakim dapat membuat puas kedua beleh pihak. Ada kalanya pihak yang kalah dalam persidangan tidak puas atas putusan yang diberikan oleh hakim. Untuk itu, ada beberapa upaya hukum yang dapat ditempuh. 

Upaya hukum yang pertama adalah upaya banding, dilanjutkan dengan kasasi, dan kemudian peninjauan kembali.

Dalam artikel ini, kita akan membahas mengenai Upaya hukum Banding. Apa yang dimaksud dengan banding, bagaimana proses pengajuannya, serta langkah apa saja yang harus dilakukan.

Pengertian Banding


Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri.Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan isi putusan Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan.

Sesuai azasnya dengan diajukannya banding maka pelaksanaan isi putusan Pengadilan Negeri belum dapat dilaksanakan, karena putusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap sehingga belum dapat dieksekusi, kecuali terhadap putusan uit voerbaar bij voeraad.

Proses dan Tata Cara Banding


Pada umumnya apabila dilakukan pemeriksaan tambahan berdasarkan putusan pengadilan Tinggi tersebut, maka pemeriksaan dilakukan oleh pengadilan Tinggi yang bersangkutan. Pengadilan Tinggi dalam tahap banding ini akan menelitiapakah pemeriksaan perkara tersebut telah dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh undang-undang dengan cukup teliti dan selanjutnya akan diperiksa kembali apakah putusan sudah dijatuhkan oleh Hakim pertama dalam putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan telah tepat dan benar atau putusan itu adalah salah sama sekali atau kurang tepat ( Nur Rasaid, Jakarta, Sinar Grafika, hal. 66, Hukum Acara Perdata)

Apabila putusan tersebut sudah dianggap benar, maka putusan Pengadilan itu akan dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi yang bersangkutan. Jika putusan pengadilan salah maka keputusan Pengadilan Negeri itu dianggap salah, maka putusan Pengadilan negeri itu akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi dengan memberikan keputusan sendiri, karena dianggap putusan tersebut kurang tepat, sehingga putusan itu harus diperbaiki sebagaimana mestinya. 

Apabila pemeriksaan perkara dianggap kurang lengkap sehingga perlu dilengkapi, maka akan dikirim kembali kepada Pengadilan Ngeri yang bersangkutan untuk dilengkapi dengan tambahan bukti baru atau Pengadilan Tinggi akan melakukan pemeriksaan tambahan sendiri. Untuk melakukan hal tersebut maka dapat dibuat putusan sela dengan menjelaskan hal-hal yang dianggap kurang tepat dalam keputusan Pengadilan Negeri dan perlu mengadakan tambahan pemeriksaannya serta selanjutnya disampaikan kembali kepada Pnegadilan Tinggi yang bersangkutan guna untuk dilakukan pembuatan keputusan dengan keputusan sendiri. 

Permohonan banding dapat diajukan oleh salah satu pihak yang berperkara dan ini berarti bahwa pihak yang kalah dengan keputusan Pengadilan Negeri dapat mengajukan permohonan banding. Dalam hal gugatan dikabulkan sebagian dan untuk bagian yang lain atau selebihnya ditolak atau dalam hal sudah diajukan gugatan balasan, baik gugatan asal maupun gugatan balik. Apabila kedua gugatan tersebut dikabulkan atau ditolak amka kedua belah pihak dapat mengajukan permohonan banding dengan kata lain permohonan banding diajukan oleh salah satu pihak dan tidak menutup kemungkinan bagi pihak yang lain untuk mengajukan permohonan banding pula. 

Bahwa yang dapat mengajukan permohonan banding ialah para pihak yang berperkara sesuai dengan Pasal 6 UU. No.20 Tahun 1947, Pasal 199 R.Bg. dan Pasal 19 UU No. 14 Tahun 1970. Banding merupakan upaya hukum untuk memperoleh perbaikan putusan yang lebih menguntungkan dan bahwa banding tidak selayaknya diadakan bagi pihak yang menang melainkan banding hanya diperuntukkan bagi pihak yang kalah atau para pihak yang merasa dirugikan di Pengadilan Negeri. Sesuai pula dengan keputusan Mahkamah Agung tanggal 2 Desember 1975, yang menyatakan bahwa banding itu terbatas pada Pengadilan Negri yang merugikan pihak yang menyatakan banding. Jadi pada hakikatnya bahwa keputusan Pengadilan Negeri tidak menguntungkan bagi pihak yang mengaju banding. (68)

Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung bahwa keputusan banding hanya dapat menguntungkan bagi pihak yang mengajukan banding. Bila penggugat/ terbanding tidak mengajukan permohonan banding, maka dianggap sudah menerima keputusan Pengadilan Negeri sehingga dalam pemeriksaan tingkat banding bagian gugatan penggugat/terbanding yang tidak dikabulkan tidak ditinjau kembali, sesuai dengan surat Mahkamah Agung tanggal 24 Desember 1973 dan Mahkamah Agung tanggal 22 November 1974  dalam rangkuman  II Tahun 1977 hal. 250-251. Dengan demikian berarti baik penggugat mauputn tergugat dapat memohon supaya perkara mereka itu yang sudah diputus di Pengadilan Negeri diulang kembali dalam pemeriksaan pada Pengadilan Tinggi.

Proses pengajuan banding. 


Permohonan banding itu diajukan oleh pihak yang kalah kepada Panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan keputusan dengan tenggang waktu 14 hari terhitung mulai hari dan tanggal diumumkan putusan perkara tersebut kepada para pihak yang bersengketa sesuai dengan Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947 dan Pasal 199 R.Bg. 

Biasanya yang menyatakan banding adalah yang berada di pihak yang kalah pergi kepada Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk meminta banding selanjutnya Panitera membuat pernyataan banding itu dan diberitahukan pada pihak lawan selambat-lambatnya 14 hari sesudah permintaan banding diterima. Dalam hal ini kedua belah pihak diberi kesempatan untuk melihat surat-surat serta berkas perkara itu di Pengadilan Negeri yang bersangkutan selama 14 hari sesuai dengan Pasal 11 ayat 1 UU No. 20 Tahun 1947 dan 202 RBg. 

Apabila lewat batas waktu 14 hari yang bersangkutan banding dan kemudian diajukan permohonan banding oleh satu pihak maka Pengadilan Negeri yang menerimanya tidak boleh menolaknya melainkan wajib meneruskannya kepada Pengadilan Tinggi, karena yang berwenang untuk menolak atau menerima permohonan banding hanyalah Pengadilan Tinggi saja. 

Keputusan tingkat banding


Dalam tingkat banding, hakim diperbolehkan mengabulkan lebih daripada yang ditunjuk oleh pihak yang membanding atau memutuskan hal-hal yang tidak dituntut. Dalam hal ini hakim tingkat banding harus membiarkan putusan Pengadilan tingkat pertama sepanjang tidak dibantah oleh pihak pembanding. 

Apakah yang dapat dimohonkan pemeriksaan banding? Pada asasnya semua putusan akhir pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan pemeriksaan ulang oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali apabila undang-undang menentukan lain (Pasal 26 ayat 1 UU No. 48 tahun 2009,  9 UU 20 /1947). Putusan sela tidak dapat dimintakan banding, kecuali  dimintakan banding bersama-sama dengan putusan akhir. Putusan tentang tidak wenangnya hakim merupakan putusan akhir (Pasal 9 UU 20/1947, 201 Rbg). Mengingat bahwa dalam pemeriksaan banding itu pemeriksaan perkara diulangi, pada asasnya perubahan dan penambahan tuntutan dibolehkan (Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2013, 247).

Dalam tingkat bandin hakim pun tidak boleh mengabulkan lebih daripada yang dituntut atau memutuskan hal-hal yang tidak dituntut. Ini berarti bahwa hakim dalam tingkat banding harus membiarkan putusan dalam tingkat peradilan pertama sepanjang tidak dibantah dalam tingkat banding (tantum devolutum quantum apellatum). Hal ini dpaat kita lihat juga yurisprudensi Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 21 Februari 1970 berpendapat bahwa amar putusan Pengadilan Negeri hanya memutus bahwa “Penggugat berwenang atas tanah sengketa. Jadi hanya sebagian saja dari tuntutan, padahal tuntutan penggugat lebih banyak lagi, oleh karena itu putusan Pengadilan Tinggi harus dibatalkan. Demikian pula putusan MA tanggal 19 Juni 1971 yang menetapkan bahwa putusan Pengadilan Tinggi salah karena memutus hal-hal tidka dituntut. (248) 

Prorogasi


Yang dimaksud dengan prorogasi adalah mengajukan suatu sengketa berdasarkan suatu persetujuan  kedua belah pihak kepada hakim yang sesungguhnya tidak berwenang memeriksa sengketa tersebut, yaitu kepada hakim dalam tingkat peradilan yang lebih tinggi. Jadi kalau seharusnya diajukan kepada pengadilan peradilan tingkat pertama, yaitu Pengadilan Negeri, maka dalam hal prorogasi perkara atau sengketa itu dengan persetujuan  kedua belah pihak yang bersengketa diajukan kepada Pengadilan Tinggi atau pengadilan dalam peradilan tingkat banding. Di dalam HIR tidak kita jumpai ketentuan mengenai prorogasi. Prorogasi diatur dalam Rv Pasal 324 sampai dengan 326. 

Sengketa yang dapat dimintakan pemeriksaan ulang dapat dimintakan pemeriksaan dalam tingkat pertama kepada pengadilan banding tersebut asal oleh pihak-pihak yang bersengketa telah disetujui dengan suatu akta untuk mengajukan sengketa mereka sejak permualaan kepada pengadilan banding tersebut. Pengadilan banding yang memeriksa sengketa dalam prorogasi bertindak sebagai badan pengadilan dalam peradilan tingkat pertama. Semua ketentuan yang berlaku untuk jalannya sidang pengadilan tingkat pertama berlaku bagi pengadilan banding yang sedang melakukan pemeriksaan dalam prorogasi. Pengadilan banding yang memeriksa dalam prorogasi itu memeriksa dan memutus dalam tingkat pertama dan terakhir sehingga putusannya hanya dapat dimintakan kasasi.  

DAFTAR PUSTAKA

Rasaid, Nur. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.
Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka. 2013.

0 Komentar untuk "PENGERTIAN BANDING DAN PROSES PENGAJUANNYA"

Back To Top