MAKALAH; PENGERTIAN FIQH MAWARIS DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM

PENGERTIAN FIQH MAWARIS DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM


Dalam pandangan Islam semua aspek kehidupan  diatur menurut hukum yang ada yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Termasuk dalam masalah harta. Masalah harta sangatlah penting karena harta merupakan kebutuhan pokok manusia dan manusia pun cenderung terhadapnya. Oleh karena itu Islam memperhatikan hal ini dan mengaturnya dalam Al-Qur’an.

Hukum waris diatur dalam Al-Qur’an dengan jelas dan terperinci. Namun sebelum ayat-ayat Al-Qur’an tentang waris ini turun masyarakat Arab masih memegang tradisi para leluhur mereka. Sehingga dalam menentuka hak waris mereka tanpa memperhatikan asas keadilan maupun asas kekeluargaan. 

Untuk itu Islam muncul dan memberikan cahayanya agar manusia tidak semena-mena dalam mengambil keputusan. Terutama tentang pembagian waris. Karena ini akan mneyangkut keluarga dan akan menimbulkan pertentangan dan perselisihan di antara keluarga.

Untuk itu Al-Qur’an menentukan hukumnya agar dapat dijadikan dasaar untuk mengambil keputusan. Agar nanti tercipta keadilan dan menjaga persatuan di kalangan umat Islam

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai:

  1. Apa definisi dari fiqh mawaris dan bagaimana kedudukannya dalam Islam?
  2. Bagaimana dasar-dasar pewarisan masa jahiliyah?
  3. Bagaimana penentuan ahli waris?
  4. Bagaimana hukum waris pada masa awal Islam?
  5. Bagimana pengaruh langkah-langkah politik terhadap hukum waris Islam?


Sedangkan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:

  • Untuk mengetahui definisi fiqh mawaris dan keduduknnya dalam islam
  • Untuk mengetahui dasar-dasar pewarisan pada masa jahiliyah
  • Untuk mengetahui penentuan ahli waris
  • Untuk mengetahui hukum waris pada masa Islam
  • Untuk mengetahui langkah-langkah politik dan pengaruhnya terhadap hukum waris Islam


Pengertian Fiqih Mawaris, Kedudukan dan Urgensinya


Mawaris berasal dari kata al –miitrats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar dari kata waritsa- yaritsu- irtsan- miiraatsan. Artinya berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain atau dari suatu kaum kepada kaum lain. 
Makna al-mirats menurut istilah adalah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya ynag masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta. 

Sedangkan menurut fuqaha ilmu mawaris adalah ilmu untuk mengetahui orang yang berhak menerima pusaka , orang yang tidak dapat menerima pusaka, kadar yang diterima oleh tiap-tiap waris dan cara pembagiannya. 

Kedudukan ilmu mawaris Islam sangat penting karena Al-Qur’an mengatur hukum waris dengan jelas dan terperinci. Karena masalah warisan pasti dialami oleh setiap orang. hukum waris langsung menyangkut harta benda yang apabila tidak diberikan ketentuan pasti, amat mudah menimbulkan sengketa di antara ahli waris.

Begitu penting kedudukan hukum waris dalam hukum Islam sehingga hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dan Addaraquthani mengajarkan “Pelajarilah faraid dan ajarkanlah kepada orang banyak karena faraid adalah setengah ilmu dan mudah dilupakan serta merupakan ilmu yang pertama kali hilang dari umatku.” 

Ilmu mawaris itu sangat penting karena beberapa alasan yaitu: 

a. Ilmu waris akan dicabut

Hal ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya “ Dari A’raj r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda “ Wahai Abu Hurairah, pelajarilah ilmu faraidh dan ajrkanlah. Karena dia setengah dari ilmu dan dilupakan orang. dan dia adalah yang pertama kali akan dicabut dari umatku”. (H.R Ibnu Majah, Ad Daruquthuny dan Al Hakim)

b. Perintah khusus dari Nabi Muhammas SAW

Hal ini berdasarkan hadits nabi Muhammad SAW: “ Dari Ibnu Mas’ud r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang-orang. dan pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkan kepada orang-orang. karena aku hanya manusia yang akan meninggal. Dan ilmu waris itu akan dicabut lalu fitnah menyebar, sampai-sampai ada dua orang yang berseteru dalam masalah warisan namun tidak menemukan orang yang bisa menjawabnya”. (HR Ad-Daruquthuny dan Al-Hakim)

c. Sejajar dengan belajar Al-Qur’an

Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW: “Dari Umar bin Khattab r.a beliau berkata, “Pelajarilah ilmu faraidh sebagaimana kalian mempelajari Al-Qur’an”.

d. Menghindari perpecahan keluarga

Masalah ilmu mawaris ternyata sangat penting karena jika seseornag meninggal dan meninggalkan warisan sedangkan anaknya tidak mengetahui tentang hukum waris maka ini dapat menimbulkan perpecahan. 

e. Menghindari ancaman di akhirat. Ini berdasarkan pada Q.S An-Nisa:14

Dasar-dasar Pewarisan Masa Jahiliyah


Tradisi-tradisi kaum jahiliyah sebelum hukum Islam datang yaitu sebagai berikut: 

a. Anak turunan (kekerabatan) 

Anak turunan pada zaman jahiliyah mempunyai arti penting dengan syarat anak laki-laki itu sudah dewasa dan sudah mampu menjaga diri. Sedangkan perempuan, anak kecil dan orang tua yang sudah pikun tidak memperoleh harta warisan.

b. Anak angkat

Pada masa jahiliyah sudah biasa mengangkat anak orang lain sebagai anaknya dan dibangsakanlah kepadanya, tidak lagi pada ayahnya sendiri, dan anak itu menerima pusaka dari orang tua angkat.

c. Janji setia

Yaitu orang-orang yang memperteguh dan mengabadikan persaudaraan dengan mengikatkan sumpah. 

Hukum Waris Pada Masa Awal Islam


Pada masa permulaan Islam hukum waris didasarkan pada: 

  1. Janji setia. Meski tradisi jahiliyah banyak yang sudah ditinggalkan namun masih ada tradisi hukum jahiliyah yang masih mengakar yaitu persaudaraan atau janji setia, sebagaimana orang-orang yang memperteguh dan mengabadikan persaudaraan antara kaum anshar dan muhajirin. Rasulullah SAW menjadikan ikatan persaudaraan tersebut sebagai salah satu sebab untuk dapat saling mewarisi satu sama lain.
  2. Hijrah
  3. Mengangkat atau mengakui seseorang sebagai anak
  4. Wasiat wajibah


Dasar-Dasar Penentuan Ahli Waris


Sebelum ayat-ayat Al-Qur’an tentang waris turun, pada masa itu di Jazirah Arab yang menjadi ahli waris itu hanyalah sebatas laki-laki yang sanggup berperang dan mampu mendapatkan harta rampasan pada waktu peperangan, diluar itu (anak laki-laki yang belum sanggup berperang dan anak-anak wanita, kalaupun mereka anak yatim) tidak dapat memperoleh harta warisan dan harta peninggalan orangtuanya.   

Penentuan ahli waris ini berdasarkan pada beberapa hal yaitu:

a. Al-Qur’an
  • Yaitu pada Q.S An-Nisa:7 memberi ketentuan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama berhak atas warisan orangtua dan kerabatnya.
  • Q.S An-Nisa: 8 dijelaskan agar sanak kerabat anak yatim dan orang miskin yang hadir menyaksikan pembagian harta warisan diberi sejumlah harta sekedar untuk dapat ikut menikmati harta warisan yang baru saja dibagi.
  • Q.S An-Nisa:9 memperingatkan agar orang senantiasa memperhatikan anak cucu yang akan ditinggalkan agar jangan sampai mereka mengalami kesulitan hidup.
  • Q.S An-Nisa: 10 memperingatkan agar orang berhati-hati dalam memelihara harta warisan yang menjadi hak anak yatim jangan sampai termakan dengan cara tidak sah.
  • Q.S An-Nisa: 11 dan 12 menjelaskan tentang orang yang berhak mendapat warisan dan bagian-bagiannya.


b. Hadits

Contoh salah satu hadits yang menjelaska waris yang artinya “ berikanlah bagian yang ditentukan itu kepada yang berhak dan selebihnya berikanlah untuk laki-laki dan keturunan laki-laki yang terdekat”. 

c. Ijma’

Dasar selanjutnya yaitu ijma’ atau kesepakatan ulama atau sahabat sepeninggal Rasulullah SAW tentang ketentuan warisan yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun sunnah. 

d. Ijtihad 

Yaitu pemikiran sahabat atau ulama dalam menyelesaikan kasus-kasus pembagian warisan  yang belum atau tidak disepakati. 

Langkah-langkah Politik dan Pengaruhnya dalam Hukum Waris Islam


Nabi Muhammad melakukan langkah-langkah politik pada masa permulaan Islam seperti melakukan hijrah dari Mekah ke Madinah. Kaum Muhajirin dan kaum Anshar saling mengikatkan janji setia dan mereka bisa saling  waris mewarisi. 

Kaum Anshar dan kaum Muhajirin yang tidak memiliki hubungan darah sama sekali bisa saling waris mewarisi karena adanya sumpah setia untuk saling melindungi seperti saudara dalam membela agama Islam. Sehingga dengan adanya ikatan ini kaum Muhajirin dan kaum Anshar mempunyai hak untuk saling mewarisi. Karena mereka sudah dipersatukan menjadi saudara oleh Islam.

Selain itu penduduk Madinah dan Nabi Muhammad melakukan perjanjian Hudaibiyah dimana isinya penduduk Madinah akan setia dan melindungi Nabi Muhammad beserta kaum Muslim lainnya. Melalui perjanjian ini penduduk Madinah atau kaum Anshar menjadi saudara bagi kaum Muslim.

Kesimpulan

Fiqh mawaris merupakan ilmu untuk mengetahui orang yang berhak menerima pusaka, orang yang tidak menerima pusaka, kadar yang diterima oleh tiap-tiap waris dan cara pembagiannya. Hukum waris mengalami perubahan dari masa Jahiliyah hingga ke masa awal Islam. Pembagian warisan pada zaman Jahiliyah dianggap tidak adil dan merendahkan kaum perempuan. 

Setelah Islam muncul maka hukum waris pun berubah. Karena tujuan dari adanya hukum waris ini adalah untuk mewujudkan keadilan, memberikan kemanfaatan dan menjauhi kemudharatan. Langkah-langkah politik yang ditempuh Nabi Muhammad pun memengaruhi hukum waris yang ada. Salah satunya yaitu memutuskan untuk berhijrah.

Dasar penentuan ahli waris itu didasarkan pada Al-Qur’an. Karena dalam Al-Qur’an menjelaskan dengan terperinci orang yang berhak mendapatkannya dan juga bagian-bagiannya. Dan juga ada beberapa hadits yang menjelaskan tentang waris.

Saran

Semoga makalah ini dapat membuat ilmu pengetahuan kita bertambah khususnya tentang ilmu faraidh atau hukum mawaris. Meskipun makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak sekali kekurangan baik dari segi materi maupun penulisannya. Semoga makalah fiqh mawaris dan kedudukannya dalam Islam ini dapat bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Budi Hidayat. 2009. Memahami Dasar-Dasar Ilmu Faraidh. Bandung: Angkasa.
Ali Ash-Shabuni,Muhammad. 2001. Pembagian Waris Menurut Islam. Jakarta: Gema Insani Press.  cet ke-9.
Azhar, Ahmad  Basyir. 2001. Hukum Waris Islam, Yogyakarta: UII Press. cet ke-14
Mardani. 2014. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada. cet ke-1.
Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqiey, Teungku. 2012. Fiqh Mawaris, Semarang: Pustaka Rizki Putra. cet ke-4
Suhrawardi dan Konis Simanjutak. 2009. Hukum Waris Islam. Jakarta: Sinar Grafika Offset. cet ke-3.
Syarifuddin, Arif. 2004. Hukum Warisan Islam, Jakarta: Kencana. cet ke-2

0 Komentar untuk "MAKALAH; PENGERTIAN FIQH MAWARIS DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM"

Back To Top